018.
Setelah sekitar 15 menit Tarendra, Aksa, dan Winan menunggu teman-teman Jeve sampai di lapangan. Akhirnya 2 motor yang suaranya sudah terdengar dari kejauhan terlihat dari pandangannya ketiganya.
Jovan yang membawa motor kopling dengan knalpotnya yang agak berisik itu dan Jeve yang berada di boncengan lalu Yudha yang membawa motor matic hitam miliknya dengan Chavian yang berada di boncengan menuju depan lapangan di mana Tarendra, Aksa, dan Winan sudah menunggu mereka.
Butuh beberapa waktu sampai akhirnya keempatnya selesai bersiap-siap turun dari motor sambil meletakkan helmnya masing-masing di motor, kecuali Jovan karena helm miliknya sedikit mahal. Jovan membawa helmnya itu di tangannya lalu keempatnya mendekat ke arah tiga lelaki yang sudah menunggu mereka mungkin sejak tadi.
Salahkan Jeve yang lama sekali bersiap-siap, Jovan rasa Jeve benar-benar menyiapkan dirinya bertemu Aksa karena Jovan bisa mencium wangi parfum semerbak yang digunakan Jeve sejak tadi di motor.
“Sorry lama, Jeve lama banget sumpah.” Ucap Jovan sesampainya ia di depan ketiga lelaki yang sedang menunggunya.
Yudha menggeleng, karena dirinya juga paham, menunggu Jovan sampai ditikum sangat lama, padahal motor Jovan bisa melaju dengan cepat, pasti alasannya karena Jeve lama bersiap-siap.
“Aman, kak. Kita aja yang kecepetan.” ucap Tarendra karena Winan dan Aksa lagi sibuk dengan peralatan badmintonnya itu, membiarkan Tarendra membuka suara lebih dulu.
“Yaudah yuk, langsung aja ke lapangan 3, tadi udah bilang kan ya atas nama Yudha ganteng?” Tanya Yudha membuat Aksa mengangguk. Walau saat bertanya mengenai lapangan yang sudah Yudha reservasi membuat Aksa malu sendiri karena harus menyebut nama Yudha Ganteng.
“Yuk.” Ajak Yudha setelah melihat anggukan dari Aksa, akhirnya mereka berjalan menuju lapangan 3 sambil menaruh barang-barang milik masing-masing di bangku yang tak jauh dari lapangan 3.
Setelah 2 jam mereka habiskan waktu berganti-gantian bermain badminton, ke tujuh lelaki itu duduk di bangku yang tersedia sedangkan Yudha, Jovan, dan Chavian duduk di lapangan membiarkan yang lain duduk di bangku sambil mengatur napasnya.
Ternyata permainan pertama ini melelahkan juga bagi ke tujuh lelaki tersebut.
“Capek juga ya anjir, padahal cuma sejam seorang, tapi kayak marathon. Jago juga kalian mainnya.” celetuk Yudha sambil menggosokan handuk kecil miliknya ke leher miliknya yang bercucuran keringat.
Jovan mengangguk setuju. Bahkan ia tidak menyangka lawannya Winan dan Tarendra sejago itu main badminton.
“Jago juga lu Ta mainnya, gila kewalahan gue ngejarnya.” tambah Yudha membuat Winan tertawa, bagaimana tidak, Tarendra memang selalu menjadi orang yang kompetitif dalam sebuah pertandingan, apalagi badminton merupakan olahraga yang paling disukai Tarendra meskipun ia sudah lama tidak bermain badminton.
“Emang kak, si Tarendra paling jago main badmin, coba suruh lari, ketinggalan jauh dia.” ledek Winan membuat Tarendra melemparkan handuk kecil miliknya ke arah Winan.
“Sialan lu, Win.”
“Gue kewalahan gara-gara satu tim gue si Jovan, matanya kemana tau kalau liat Kok.” ucapan Yudha membuat Jeve tertawa, sejak tadi ia memerhatikan permainan Jovan Yudha melawan Tarendra Winan memang Jovan lah yang membuat Yudha kewalahan, karena Jovan selalu miss dalam mengambil Kok.
“Gue udah berusaha ya, Yud.” jawab Jovan setelah meneguk minumannya, tenggorokannya terasa hdiup kembali. Jovan memang sudah lama sekali tidak main badminton.
“Salahin lapangannya, cahayanya nusuk mata gue banget anjir, setiap liat Kok kehalang cahaya.” tambah Jovan, beralasan.
“Alesan aja lu Jov.”
“Dih, coba lu ditempat gue Jev, rasain dah, asli cahayanya nutupin Kok.” bela Jovan lagi dan masih menyalahkan cahaya lapangan.
“Gue setuju dikit sih sama Bang Jov, emang cahaya di tempat itu agak silau, nutupin pemandangan, gue aja beberapa kali kabur liat Kok.” kali ini Chavian membela Jovan karena dirinya saat bermain juga di tempat yang sama dengan Jovan.
“KAN!”
“Eh, foto dulu yuk foto,” ajak Yudha tiba-tiba sambil bangun dari duduknya itu dan diikuti anggukan dari 6 orang lainnya yang sama-sama ikut berdiri dari duduknya.
“Fotoin Jov, lu kan fotografer kita.” suruh Jeve sambil memberikan ponselnya ke Jovan sedangkan Jovan mengeluarkan wajah yang kalau bisa ditranslate seperti berbicara 'dih?'
“TERUS GUE GAK IKUTAN FOTO?” sahut Jovan tidak terima membuat Chavian tertawa, muka Jovan benar-benar tidak terima.
Chavian dengan inisiatifnya langsung meminta tolong pada seseorang yang tidak jauh dari dirinya untuk meminta tolong untuk memfotokan mereka bertujuh di lapangan dan memberikan ponsel milik Jeve pada seseorang itu.
Butuh beberapa waktu sampai akhirnya mereka bertujuh berdiri pada tempatnya, meskipun harus berantem dulu karena Winan selalu meledeki Aksa untuk berdiri sebelah Jeve dan Yudha yang juga meledeki Jeve untuk berdiri sebelah Aksa.
“Makasih ya, Kak.” ucap ramah Chavian pada seseorang yang ia minta tolong tersebut lalu memberikan ponsel milik Jeve pada pemiliknya membuat mereka mengerubungi Jeve untuk melihat hasil fotonya.
“Lu pada fans gue ya deket deket amat ke gue, ntar fotonya gue share ke grup juga kok, bagus udah bagus.”
“Iya bagus, lu keliatan sumringah banget berdiri sebelah Aksa, Jev.” goda Jovan yang menghasilkan pukulan ringan jatuh ke lengan atas Jovan.
“Langsung pada balik, nih?” tanya Yudha seakan-akan memberikan isyarat masa habis main langsung pulang, sih?
“Makan bareng dulu yuk, gue tau nasi goreng deket sini yang enak masih buka.” Aksa membuka suara untuk memberikan saran lebih lanjut dan disetujui oleh keenam orang lainnya.
Lagi pula, habis olahraga terbitlah lapar di perut mereka.
@roseschies, 2025.