Club

// mentioning kissing alkohol rokok dunia malam //


Tama berdiri di depan club yang sebelumnya sudah Nesya beritahukan. Tama itu jarang sekali menginjakkan kakinya di club, seumur hidupnya bisa dihitung pakai jari ia menginjakkan kaki di dunia malam ini.

Tapi Tama juga bukan orang buta tentang dunia malam, setidaknya ia pernah beberapa kali meneguk minuman beralkohol dan merokok itu juga hanya ketika dirinya sedang stress berat maka kedua barang itu jadi teman baiknya.

Tidak ingin ketahuan seperti yang lalu, Tama jalan santai menuju bar yang tak jauh dari pintu masuk lalu ia memesan minuman dengan kadar alkohol rendah. Ia tidak mau mengambil resiko jika ia terlampau mabuk karena meminum alkohol dengan kadar sedang atau tinggi.

Layaknya pelanggan lain, Tama menikmati alunan musik yang dipasang disana dengan mata yang tidak berhenti menelusuri seisi club.

Malam ini club tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi, memudahkan Tama untuk mencari keberadaan Amanda.

Tama hanya berharap Amanda tidak menggunakan ruangan khusus atau ruangan tertutup.

Baru saja Tama meneguk minumannya, ia melihat paras wanita yang familiar baru saja keluar dari kamar mandi dan menuju meja yang ada di ujung club tak jauh dari tempat dimana ia sedang duduk saat ini.

Tama kembali meneguk minumannya dan menelusuri Amanda yang sedang tertawa di depan pria lain, bukan Johannes.

Jari-jari Tama tidak berhenti mengetuk diatas meja, kakinya tidak berhenti bergoyang, matanya lekat lekat menatap interaksi Amanda dengan pria tersebut seperti Tama ikut dalam interaksi keduanya.

Berkali-kali Amanda tertawa dan menepuk lengan pria tersebut bahkan tangan pria itu melingkar dengan manis di pinggang Amanda.

Benar, itu selingkuhan Amanda.

Tama tersenyum kecil lalu kembali meneguk minumannya.

Tetapi detik selanjutnya, Tama hampir saja menyembur minumannya ketika ia melihat Amanda mencium pria di depannya.

Tama terkejut. Seharusnya Tama tidak terkejut tapi ia tetap terkejut.

Wow. Wanita itu berani sekali mencium pria lain di ruang terbuka, maksudnya mungkin memang Johannes tidak tau tempat ini, tapi bagaimana kalau tiba-tiba Johannes tau?

Tama melihat ciuman keduanya semakin dalam dengan tangan milik pria tersebut menyentuh bagian tubuh Amanda. Tama memijit pelipisnya rasanya pusing.

Bahkan sekarang Amanda sudah pindah duduk di pangkuan pria tersebut, ciuman keduanya semakin dalam.

Tama menggelengkan kepalanya, cewe gila.

Tama bangun dari duduknya lalu membawa dompet dan ponsel miliknya. Entah keberanian dari mana, Tama tiba-tiba menggebrak meja Amanda membuat Amanda yang sedang ada di pangkuan prianya itu langsung tersentak kaget.

“Ada apa s— Lo?!”

Tama tersenyum miring, “Oh ini lo dibelakang Johannes?? Udah gila.”

Amanda berdiri dan membenarkan bajunya itu lalu menatap Tama tak kalah sengit, “Terus, kenapa?”

“Lo tunggu sampe Johannes liat lo sama cowo lain di sini.” Ucap Tama kemudian memencet kontak bernama Mas Johan di ponselnya, ia menelpon Johannes.

“Kenapa lagi, adhitama? Saya sibuk.”

“Mas, aku punya sesuatu yang pasti kamu bakalan suka. Lokasinya aku kirim di imess. Segera datang karena ada tontonan bagus buat mas.” Ucap Tama, ia bela-belain untuk berbicara halus pada Johannes supaya lelaki itu tidak meneriaki dirinya dan meminta dirinya untuk sopan, terlalu memakan banyak waktu.

Tama tersenyum kecil melihat Amanda yang sudah sedikit panik karena tertangkap basah olehnya.

Tama mematikan ponselnya setelah mendengar dengusan nafas dari Johannes yang sepertinya mau menolak tawaran darinya. Tama langsung mengirim titik lokasi pada Johannes kemudian mengirim pesan, Datang, atau kamu bakal nyesel mas.

Tama menaruh ponselnya di saku celananya lalu melipat kedua tangannya di dada dan menatap Amanda yang sudah ketakutan.

“Lo mau apasih?!”

“Gue mau lo ketauan semua busuknya lo di depan Johannes.”

“Hahaha, in your dream, Atama.

“It's Adhitama, you asshole.”

“Apapun itu gue gak peduli. Bener kata Johannes, lo cuma orang yang suka ikut campur masalah pribadi seseorang. Ck. Bangga?”

“Oh, tentu. Ikut campur gue bisa buat bela negara. Emang lo, untungnya apa?”

Pria yang ada di sebelah Amanda hanya bisa diam, mengikuti arah permainan pasangannya itu.

Tama tiba-tiba menunjuk pria tersebut tepat di depan matanya, “Eh, lo dibayar berapa sama ni cewe?”

“Lo jangan kurang ajar!” Sahut Amanda lalu menepis tangan Tama yang sudah menunjuk wajah kekasihnya itu.

“Yang harusnya diajar banyak tuh lo, Amanda. Gue udah kebanyakan ajaran, lo yang perlu gue ajar. Atau lo mau gue hajar?!” Ucap Tama dengan tangan yang sudah melayang hampir ingin menampar wanita tersebut.

Tama itu punya prinsip tidak akan menyakiti anak kecil dan wanita manapun maka dari itu tangannya ia tahan sebisa mungkin.

Tetapi tiba-tiba Amanda memegang pipinya dan meringis kesakitan dan detik selanjutnya Tama dapat mendengar suara yang familiar di kupingnya.

“AMANDA!”

Suara Johannes.

Lelaki tinggi itu mendorong sedikit tubuh Tama yang ada di dekat Amanda lalu memegang tubuh kecil milik Amanda. “Kenapa? Pipi kamu kenapa?”

Amanda meringis, “Pipiku ditampar sama dia Mas, aduh, sakit banget ngga kira-kira namparnya.”

Tama sukses melotot mendengarnya, ia bahkan sudah capek capek nahan emosinya dan nahan tangannya supaya tidak menampar wanita itu, terus apa maksudnya ini.

“GUE NGGAK NAMPAR LO YA?!”

“ADHITAMA CUKUP. Seharusnya kamu tau, tidak baik menampar seorang wanita di ruang publik seperti ini! Kamu tidak malu?!” Johannes meninggikan suaranya membuat Tama mengepalkan tangannya. Ia lupa faktanya semua kalimat yang keluar dari mulutnya akan salah meskipun benar dan semua kalimat yang keluar dark mulut Amanda itu benar meskipun salah.

Tama tertawa, “Hahahah lo berdua sama brengseknya ya ternyata. Cocok. Pantes awet.”

“Adhitama, kamu berbicara apasih!”

“Amanda, mending lo jujur atau gue yang bocorin?!”

Amanda dengan tangan yang masih setia di pipinya langsung mendongakkan kepalanya lalu menatap Johannes dan Tama bergantian.

“Mas, aku dituduh sama suami kamu! Katanya aku selingkuh sama rekanku. Padahal dia yang seharusnya sadar diri udah ngambil kamu dari aku!”

Ucapan yang keluar dari mulut Amanda membuat Tama lagi-lagi melotot, tidak ia sangka.

“PEMBOHONG!”

“ADHITAMA.”

“LO BISA DIEM NGGAK JOHANNES?!”

“Lo harus tau ya, pacar lo ini, abis ciuman sama pria lain dan dia orangnya!” Tama menunjuk pria yang ada di depannya, pria itu diam benar-benar tidak membuka mulutnya.

“Dia? Dia itu rekan kerjaku! Kita lagi ngobrolin tentang kerjaan. Mas, kamu percayakan sama aku? Aw!”

Johannes mengelus lengan milik Amanda pelan, menenangkan kekasihnya yang sedih merintih kesakitan di pipinya yang padahal sama sekali tidaj ada rasa sakit disana.

Johannes mengangguk, “Iya aku percaya kok sama kamu, aku percaya kamu lagi ngobrol sama rekan kerja kamu.”

“PEMBOHONG!” Tama kembali berteriak di depan Amanda dan Johannes.

“ADHITAMA, CUKUP. Bukti. Saya minta bukti kalau memang benar Amanda ciuman dengan rekan kerjanya sendiri.” Ucap Johannes, menatap Tama lekat.

Bukti.

Benar, bukti.

Tama melupakan satu hal yang sangat penting.

Sebuah bukti.

Johannes hanya mempercayai bukti valid atau kejadian yang bisa ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

Tama merutukui dirinya sendiri. Ia melupakan bukti.


@roseschies