Papa Johannes


Arga memberhentikan mobilnya di sebuah rumah sakit membuat Tama sedikit bertanya-tanya untuk apa Arga membawa dirinya ke sini? Lagipula dirinya baik-baik saja.

“Ayo turun, Tam. Ada yang mau ketemu sama lo.” Ajak Arga pada Tama untuk turun dari mobilnya yang sudah terparkir rapih diparkiran rumah sakit.

Tama turun dari kursi penumpang lalu berdiri di sebelah Arga.

“Ga, kita mau ketemu siapa? Siapa yang mau ketemu sama gue?” Tanya Tama membuat Arga menghadapkan dirinya menatap Tama.

“Papanya Johan.”

Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Arga, Tama langsung terdiam dan mengikuti kemana langkah Arga membawa dirinya semakin masuk ke dalam rumah sakit.

“Arga, kapan?”

“Beberapa minggu lalu Tam, bokapnya Johan emang udah sakit cuma beberapa minggu lalu semakin parah jadi harus di rawat di rumah sakit. Awalnya bokapnya Johan nolak tapi gue paksa terus, karena emang makin parah Tam.”

Penjelasan dari Arga membuat Tama mengingat beberapa waktu lalu kejadian dimana ia melihat Papanya Johannes terus-terus batuk di rumahnya. Apa mungkin sejak itu Papanya Johannes memang sudah sakit tapi masih ia tutupi?

“Johan tau?”

Arga menggelengkan kepalanya, “Engga Tam, bokapnya ngga mau Johan tau. Bokapnya selalu nutupin dari Johan tentang penyakitnya dan bahkan sampai di rawat pun bokapnya tetep tutup mulut, yang ditanya ke gue juga cuma 'Arga, gimana Johan udah mau ninggalin Amanda? Dia mau ngga sama Tama? Gimana Tama?' Itu doang yang ditanya, gue sedih banget Tama.. Bokapnya Johan beneran sesayang itu sama Johan dari dulu, tapi sayang Johan beneran tutup mata tentang itu, dia cuma tau bokapnya benci sama dia dan Mamanya.”

Tama menghela nafasnya, bahkan ia sudah tidak tau mau bereaksi seperti apa lagi.

“Masuk Tam, beliau udah nunggu lo di dalem. Gue tunggu di sini ya.” Arga membuka pintu kamar dimana Papanya Johannes terbaring di sana. Tama mengangguk lalu meninggalkan Arga yang langsung duduk di bangku yang ada di dekat kamar tersebut.

Pelan-pelan Tama memasuki ruangan Papanya Johannes, “Permisi, Pa?”

Papa melihat kedatangan Tama langsung tersenyum lebar, ia menunggu kedatangan menantunya ini kemudian Papa melambaikan tangannya dan menyuruh Tama untuk duduk di kursi yang ada di sebelah kasurnya.

“Sini duduk, Adhitama.”

Tama mengangguk lalu duduk di sana, ia menatap lekat mata Papa yang sudah sayu.

“Apa kabar Adhitama?”

“Baik, Pa..”

Papa tersenyum manis lalu mengelus surai milik Tama, “Maafin saya ya. Maaf saya sudah bawa Adhitama ke permasalahan Johannes. Saya sudah tau sejak beberapa tahun lalu kalau Amanda begini, saya sudah mencoba cari banyak bukti yang sudah Adhitama lihat bersama Arga waktu lalu, saya juga sudah coba berbicara dengan Johannes tetapi anak itu tidak juga mendengarkan saya. Dia hanya terus membela Amanda karena bukti yang ada masih sedikit dan Johannes ngga percaya karena yang Johannes tau, Amanda baik dengannya. Tidak seperti saya, yang selalu dipandang jahat oleh Johannes.”

“Adhitama, mungkin salah pemikiran kolot saya yang mikir bagaimana kalau Johannes ketemu sama kamu lagi, dia bisa meninggalkan Amanda dan milih kamu. Tapi saya lupa Johannes itu selalu begitu sejak dulu. Saya ingat setelah kepergian kamu, ia menangis sampai pingsan dan hari-harinya hanya diisi memanggil nama kamu. Anak itu tidak tau sampai sekarang kalau yang ia cari dan ia tangisi sudah ada di sebelahnya sekarang. Ia terlalu buta untuk melihat itu.”

“Adhitama, semua saya balikkan ke kamu, terserah kamu mau gimana. Sekali lagi saya minta maaf karena sudah memaksakan perjodohan ini meskipun pada akhirnya Johannes enggan membuka mata hatinya tentang sesuatu yang benar tentang Amanda. Maaf, Adhitama. Saya pantas mendapatkan semua apa yang ingin kamu lakukan untuk saya.”

Tama yang sedaritadi hanya menunduk langsung mengangkat kepalanya dan menatap mata milik Papa, “Seharusnya Tama yang bersyukur bisa ditemuin sama Johannes lagi setelah berpuluh tahun, hangatnya pelukan Johannes masih sama dengan hangatnya pelukan Evano. Setidaknya Tama tau, Evano, teman kecil Tama, teman yang Tama sayang, teman yang janji bersama dengan Tama bakal terus bareng sampai dewasa dan saling menjaga satu sama lain. Janji Tama dan Evano semua sudah terpenuhi Pa, meskipun akhirnya cuma Tama yang ingat dan menjaga Johannes.”

Papa tersenyum kecil, “Nak, Tama, bahagia selalu ya?”


@roseschies