Si Nomor Tidak Dikenal


Setelah menemui Sabil sebentar lalu berpamit dengan Mama, Tama akhirnya pergi menuju lokasi yang sudah dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal itu.

Lumayan memakan waktu lama untuk Tama sampai di titik lokasi tersebut, di sebuah cafe yang ada di pusat kota.

Tama memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus mobil lalu turun dari mobilnya setelah dirasa mobilnya sudah terparkir dengan benar.

Untungnya tempat parkir dan cafe dimana tempat janjian tidak terlalu jauh maka dari itu hanya butuh lima menit kurang akhirnya Tama sampai di cafe tersebut.

Tama lupa dirinya kan tidak tahu yang mana orang tersebut.

Tapi setelah Tama terlihat seperti orang bingung, seseorang dari ujung memanggil namanya membuat Tama mendongakkan kepala melihat kearah sumber suara.

Di sana ada 1 pria dan 1 wanita sedang duduk berdua dan melambaikan tangannya ke arah dirinya.

Tama membawa kakinya untuk mendatangi mereka.

“Adhitama, kan?” Tanya si pria tersebut lalu berdiri dari duduknyq, mengajak Tama untuk berjabat tangan.

Tama mengangguk lalu ikut menjabat tangan pria tersebut, “Iya bener kok.”

“Ohiya! Gue Arga, ini Nesya.” Ucap pria bernama arga kemudian menunjuk kearah wanita yang ada disampingnya dan memperkenalan wanita tersebut ke Tama.

Nesya yang diperkenalkan oleh Arga langsung berdiri dari duduknya lalu tersenyum lebar dan menjabat tangan Tama, “Hai, adhitama. Gue Nesya, majikannya Arga.”

“Ngomong lo yang bener Nesya.” Arga memukul pelan lengan Nesya membuat Nesya tertawa sedangkan Tama hanya terkekeh dan mengangguk.

“Eh duduk duduk, gue manggil lo apa nih nama lo kepanjangan btw.” Tanya Arga sambil menyuruh Tama untuk duduk di depannya membuat Tama mengangguk dan duduk di depan Arga.

“Panggil Tama aja.”

“Ok Tam. Nyantai kan?? Pesen dulu gih, gue sama Nesya baru pesen minum, makannya bareng sama lo aja.”

Arga memberikan satu buku menu untuk Tama kemudian Tama terima buku menu tersebut. “Nyantai kok, Ga. Lo berdua mau pesan apa??”

“Heh, lo mau pesen apaan? Main hp mulu bocahnya.” Arga menyenggol siku Nesya membuat wanita itu berdecak kesal.

“Apaan aja lah ngikut lo, bentar dulu ini kerjaan.”

Arga langsung menggelengkan kepalanya lalu menghadap Tama yang masih membolak-balikkan buku menu.

“Lo pesen apa Tam? Biar gue yang pesen, bills on me, don't worry.”

“Aihh, om banyak duit om.”

“Bacot Nesya.”

Tama terkekeh, pasangan yang aneh menurut Tama. Eh, mereka pacaran kan?

“Lo rekomen deh Ga, gue bingung. Anyway, thanks ya.”

“Oke, gue pesen dulu.”

Kemudian Arga memanggil waiters untuk memesan pesanan mereka dari makan sampai minum bahkan dessert untuk Nesya.

Setelah memesan semua pesanan, Nesya meletakkan ponselnya lalu menatap Tama yang baru juga meletakkan ponselnya.

“Tama, lo ganteng gini anjir, buta apa ya si Johan berlian macem Tama malah di buang. Ga, lo masih mau ngga sama gue? Kalo ngga gue sama Tama aja dah.” Ucap Nesya tiba-tiba membuat Arga menaikkan satu alisnya.

“Heh Nesya jadi cewe kok gatelan banget anjir. Kayak yang Tama mau aja sama lo. Sorry ya Tam, dia matanya kalo liat cowo ganteng suka begitu.”

Tama hanya tertawa mendengar hal tersebut. “Bisa aja.”

“Ehiya Tama, sorry ya gue sama ni cewe satu tiba-tiba ngechat ke nomor lo, oh iya itu nomornya Nesya save aja gapapa.”

“Iya save aja Tam, semisal lo bituh temen jalan gitu ya nggak.”

“Lo gue tampol atau diem Sya.”

Melihat Arga sudah jengkel, Nesya hanya tertawa. “Hehehe ampun Ga sumpah ampun.”

“Mau nunggu kelar makan atau gimana enaknya Tam?”

“Gue ngikut aja Ga.”

Arga mengangguk-anggukkan kepalanya lalu menyenggol siku Nesya memberi kode untuk wanita itu mengeluarkan berkas yang ada di dalam tasnya

Nesya mengeluarkan satu berkas berisi banyak kertas di sana lalu ia letakkan di atas meja. Tama yang melihat tumpukkan kertas itu langsung melongo kaget.

“Ini, beberapa informasi yang mau gue sama Nesya kasih tau ke lo. Entah tentang Johan atau wanita yang ada di depan Johan kemaren.”

Arga membuka map tersebut lalu memberikannya pada Tama.

“Amanda?”

Arga mengangguk, “Nama orang yang kemarin bareng sama Johan di resto.”

Tama kembali membaca biodata yang ada di depannya, meneliti satu persatu informasi yang ada di situ meskipun hanya informasi basic yang Tama ngga tau bakal kepake atau ngga.

Tama kembali membuka lembaran lainnya begitu seterusnya. “Ini udah dapet sebanyak gini bukti, Johan tau?”

Arga mengangguk, “Johan udah tau semuanya, Tam. Kecuali ada beberapa yang belum soalnya baru ditemuin sama bokapnya Johan. Sebenernya ini juga punya bokapnya Johan semua sih, seperti yang gue bilang bokapnya Johan bilang kalo lo pilihan tepat dan mungkin pilihan terakhir buat Johan, Tam.”

“Gue sebenernya ngga tau kenapa bokap Johan percaya banget sama lo, tapi karena bokapnya Johan percaya, gue juga harus percaya sama lo.” Lanjut Arga kemudian Tama kembali membalikkan lembar-lembar lainnya.

“Ini?”

Kali ini giliran Nesya yang mengangguk, “Iya itu rumah.”

“Dari Johan buat Amanda?”

Nesya mengangguk lagi, “Buka deh dibelakang ada beberapa foto sama penjelasan, gue yang ketik btw.”

“Lo TMI banget sumpah Nesya.” Celetuk Arga membuat Nesya menjulurkan lidahnya, terserah dia dong.

“INI? SUMPAH?” Tama tiba-tiba sedikit berteriak akibat terkejut melihat foto dan deskripsi yang katanya ditulis oleh Nesya di sana.

Tetapi Nesya kembali mengangguk mantab, “Semua yang lo baca itu beneran Tama, gue, Arga, dan bokapnya Johan udah cari selama setahun ini, kayaknya. Tapi, fakta yang itu Johan belum tau soalnya gue juga baru tau beberapa minggu belakangan ini karena Amanda cerita.”

Mendengar ucapan Nesya, Tama menatap Nesya heran, “Amanda cerita ke lo?”

“Ohiya gue lupa bilang, gue temennya Amanda.”

“Cih temen tapi ngebongkar rahasia temennya di belakang.” Celetuk Arga membuat Nesya mencubit siku Arga.

“Heh, informasi gue berguna ya buat bantu lo dan bokapnya Johan.”

Tama jadi bingung mau bilang Nesya teman supportif atau teman yang nusuk dari belakang ya.. Tapi informasi dari Nesya benar-benar mencengangkan.

Tama akhirnya paham kenapa Papa benar-benar sekeras itu sama Johannes tentang perjodohan ini.

Mungkin salah satunya ingin menyadarkan Johannes tentang Amanda, meskipun pada akhirnya Johannes akan tetap tutup mata.

“Ini soal kecelakaan nyokapnya Johan?” tanya Tama sambil menunjuk satu lembaran di depannya.

Arga mengangguk.

Tama kembali membaca dan matanya berkali-kali melotot terkejut, yang benar saja.

“Johan udah tau yang ini?”

Arga mengangguk lagi, “Udah Tam. Tapi lagi-lagi dia buta akan hal itu, soalnya emang sebelum keberangkatan Johan sama nyokapnya itu, Amanda bareng sama Johan terus.”

“Tapi, Johan nggak tau tentang fakta yang ini,” Arga menarik satu lembar lainnya lalu ia letakkan di depan Tama.

Tama membaca pelan kemudian dirinya menutup mulutnya terkejut, “Sinting. Gila.”

“Alasannya kenapa? Nggak mungkin ngga ada alasan kan Ga?” Tanya Tama lagi membuat Arga menarik lembaran lain lalu meletakkan lemaban tersebut di depan Tama.

“Itu, alasan yang dijabarin Amanda ke Nesya. Amanda cerita semua ke Nesya.”

Manusia, gila semua.

Tak lama kemudian makanan satu persatu sudah dihidangkan membuat Arga langsung membersihkan berkas-berkas tersebut lalu ia taruh di tas Nesya.

Ketiganya makan dengan khidmat kecuali Tama yang kepalanya sedang penuh dengan banyak pikiran. Tama tak habis pikir ada seseorang sejahat itu.

Dan sayang, Johannes buta akan kejahatan Amanda karena yang ia tahu Amanda selalu ada untuk dirinya.

“Kalo gue jadi Johan mah udah mending sama Tama aja daripada si Amanda. Kaga ada benernya dah tu cewe.” Celetuk Nesya sambil membereskan barang-barangnya karena ketiganya sudah selesai membicarakan banyak hal tentang Johan, juga Amanda.

Mendengar ucapan yang diceletukkan oleh Nesya, Arga langsung menggelengkan kepalanya, “Temen lo anjir Sya.”

“Bodoamat gue muak banget ngomongnya ke dia juga.”

“Ohiya Tam, nanti kalo lo butuh apa apa langsung chat ke gue aja ya Tam. Sengaja ke gue soalnya kalo Arga sibuk, anaknya sok sibuk sebenernya.” Ucap Nesya kemudian berdiri sambil memakai tasnya.

Tama terkekeh, “Oke thanks ya Nesya.”

“EH TUNGGU GUE LUPA!” Nesya tiba-tiba kembali duduk dan menyuruh Arga juga Tama yang sudah berdiri kembali duduk kemudian mengeluarkan satu map yang tadi tidak Tama lihat sama sekali.

“Apa lagi anjir Nesya.” Arga mengerang sebal dengan kekasihnya itu.

“Ini, lo pegang buat lo aja Tam. Biasanya setiap hari sabtu, Amanda selalu ke club ini bareng pacarnya itu, kadang sabtu kadang jumat, pinter-pinter Amanda aja biar ngga ketauan Johan.”

Nesya membuka lembaran pertama berisi informasi tentang club yang biasa didatangi oleh Amanda dan pacarnya itu.

“Cuma kemaren Amanda ngomong sama gue katanya sabtu ini dia bakal ke sana. Lo dateng aja jam 11 an. Oh iya, nih foto Amanda barang kali lo lupa bentuk wajahnya gimana. Sama ini, plat mobil Amanda, ini plat mobil pacarnya. Semoga belum ganti, Amanda main bersih banget Tam soalnya, gue juga ngga tau dibelakang dia punya kendaraan lain lagi apa ngga.”

Nesya menjelaskan satu persatu sambil menunjuk fotonya satu persatu memberi tahu kepada Tama, Tama mengangguk paham.

“Thanks banget Nesya, ini ngebantu banget. Gue bakal datengin nanti.”

Nesya mengangguk lalu kembali berdiri dan menggandeng tangan Arga.

“Thanks juga ya Tam udah mau dateng.” Arga kembali mengajak Tama untuk berjabat tangan.

Tama membalas jabatan tangan Arga kemudian tersenyum, “Gue yang makasih sama lo berdua.”

“Sumpah Tam, lo kalo senyum manis banget, iri gue. Ngga kayak Arga, manisnya ngga ada.” Ucapan Nesya dihadiahi cubitan kecil di tangan Nesya dari Arga.

Tama tertawa, “Jagain Ga cewe lo hahaha.”

“Biarin aja dia mah emang cewe gatelan, nanti juga kalo bosen baliknya ke gue lagi.”

Mendengar candaan Arga, Tama hanya bisa tertawa.


@roseschies