Titik Akhir

A Johnten Oneshot by roseschies


Setelah memastikan mobil milik Johnny sudah melaju menuju kantor, Ten menutup pagar rumahnya lalu masuk ke dalam rumah untuk merapihkan bekas sarapan milik dirinya dan Johnny tadi. Dirasa seisi rumah sudah terlihat rapih dan bersih, setidaknya dapat dibilang layak untuk menjadi tempat tinggal untuk manusia, Ten kembali masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan tubuhnya karena ia belum mandi.

Pagi ini, Ten sedikit bangun terlambat karena semalam dirinya membantu Johnny untuk menyortir beberapa kertas sampai larut. Maka dari itu, ia bangun tanpa mandi dan langsung membuat sarapan untuk dirinya juga Johnny dan menyiapkan jas kantor yang akan digunakan Johnny hari ini.

Setelah dirasa tubuhnya sudah terasa tidak lengket dan lebih wangi, Ten merebahkan tubuhnya lalu merampas ponsel miliknya yang sejak tadi ia charge di nakas.

Hari ini, kegiatan Ten tidak banyak maka dari itu Ten memilih untuk me-time dengan menghabiskan waktu berselancar mengitari social media yang ia miliki, melihat unggahan yang diunggah oleh orang lain, lebih tepatnya orang yang sudah menjadi teman Ten di social media, kemudian Ten juga berniat untuk menanam satu tumbuhan di halaman belakang karena kemarin dirinya baru saja membeli bibit baru.

Ah, Ten menyukai tanaman, sama seperti Papanya.

Ketika Ten asyik mengitari social media melihat-lihat unggahan kawan dekatnya, mata milik Ten berhenti di salah satu unggahan seseorang yang lewat di lini masa miliknya akibat seseorang yang sudah ia ikuti menyukai unggah tersebut.

Johnny menyukai unggahan tersebut.

Ten membuka foto yang diunggah oleh seseorang tersebut kemudian langsung menemukan di mana suaminya itu berada.

Ah, ternyata ini salah satu kerabat kerja Johnny karena foto tersebut merupakan foto sekumpulan rekan kerja Johnny. Sepertinya foto ini diambil ketika Johnny mendatangi suatu acara dari kantornya itu dan foto tersebut diambil pada hari tersebut.

Lini masa social media milik Ten rata-rata hanya diisi oleh unggahan yang disukai oleh Johnny karena memang Ten hanya mengikuti lima orang saja. Johnny, Papa, Papi, Kakak, dan akun gosip.

Tangan milik Ten berhenti mendadak ketika matanya melihat satu foto yang berisi banyak orang, seperti satu angkatan, tetapi lagi-lagi Ten dapat menemukan di mana Johnny berada. Johnny berdiri di sebelah seseorang yang Ten kenal siapa itu.

Ketika Ten sekali lagi memastikan pemilik akun, Ten ternyata tidak salah tebak, seseorang yang ada di dalam foto tersebut, yang berdiri di sebelah Johnny adalah Doyoung. Salah satu adik kelas yang bisa dikatakan sangat dekat dengan Johnny ketika Johnny di SMA dulu dan juga salah satu dari bagian masa lalu Johnny yang tentu Ten ketahui, semuanya.

Jantung milik Ten tiba-tiba berhenti berdetak untuk beberapa sekon, perasaan aneh mulai menjalar dalam tubuhnya namun Ten menepis perasaaan tersebut.

Lagi seharusnya tidak jadi masalah bagi teman lama untuk tetap bertemu sapa sampai saat ini, kan?


Keesokan harinya, Ten lagi lagi tidak sedang dalam kegiatan yang sangat padat, waktu yang dimiliki Ten sangatlah luang karena dirinya sudah menyelesaikan beberapa kerjaannya sejak pagi setelah Johnny pergi menuju kantor.

Di sinilah Ten, di atas kasurnya dengan ponsel yang berada dalam genggamannya, lagi lagi Ten kembali dalam kegiatan mengitari seisi lini masa social media miliknya yang hanya diisi oleh kicauan dari akun gosip dan beberapa unggahan yang disukai oleh Johnny sesekali unggahan yang disukai oleh Kakaknya juga lewat, tidak lain dan tidak bukan adalah unggahan yang diunggah oleh sang kakak ipar, Jaehyun dengan unggahan yang selalu menceritakan betapa lucu dan menggemaskan anaknya itu.

Seperti dejavu, jari jempol milik Ten berhenti mendadak begitu juga dengan detak jantungnya yang lagi lagi berhenti mendadak untuk beberapa sekon setelah melihat satu unggahan dari akun yang sudah ia kenali.

Unggahan kali ini lebih membuat jantung milik Ten berpacu lebih cepat dari sebelumnya.

Unggahan tersebut berisi empat foto, dengan tiga foto yang berisi foto anak-anak divisi Johnny, tentu Ten mengenalinya dan foto terakhir adalah foto Ten hanya berdua dengan Doyoung tanpa anak-anak divisi lainnya lagi.

Tolong tegaskan, hanya berdua.

Inti dari deskripsi singkat pada unggahan milik Doyoung tersebut ialah Doyoung yang akhirnya diterima kerja dan akan bekerja di kantor juga divisi yang sama seperti Johnny. Doyoung juga berterima kasih pada Johnny karena Johnny sudah membantu dirinya banyak hal sampai akhirnya dirinya bisa bekerja di bawah gedung dan ruangan yang sama dengan Johnny.

Mata milik Ten sedikit melotot dengan jantung yang semakin berpacu. Bukan hanya melodi yang berpacu, jantung milik Ten kali ini juga berpacu, sangat kencang juga berantakan, tidak seperti melodi yang berpacu indah.

“Johnny, kakak kelas yang paling saya kagumi.” Monolog Ten seraya membaca deskripsi singkat dari unggahan milik Doyoung tersebut.

Lagi lagi Ten berusaha untuk tidak peduli.

Toh, hubungan mereka hanya sekedar adik kaka kelas dan sekarang sudah naik menjadi rekan kerja saja, kan?

Tidak ada yang harus Ten takuti. Ten percaya pada Johnny, tentu Johnny akan selalu menjaga rasa percaya yang sudah Ten berikan padanya, kan?

Tetapi, Ten tetaplah Ten yang selalu tenggelam dalam pemikiran buruknya itu.


Sudah beberapa hari ini Johnny melihat Ten yang lebih diam dari biasanya.

Ketika Johnny bertanya pada Ten, Ten selalu menjawab bahwa dirinya tidak apa-apa, dirinya baik-baik saja, mungkin memang dirinya yang sedang tidak ada energi daripada biasanya. Jawabannya yang dikeluarkan oleh Ten hanya sekitar itu itu saja.

Malam ini, setelah Ten selesai dengan skincare rutinnya juga Johnny yang selesai dipakaikan skincare yang sama dengan Ten, keduanya naik ke atas kasur lalu merebahkan masing-masing tubuh untuk mengistirahatkan tubuhnya.

“Mas besok pulang malam ya Ten. Mas takut lupa bilang besok pagi.” Ucap Johnny sambil meletakkan ponselnya di nakas.

“Iya Mas. Emang mau ada apa kok pulang malam?” tanya Ten, Ten menghadapkan dirinya menghadap ke arah Johnny membuat Johnny dapat memainkan rambut halus milik Ten, sesekali Ten menutup matanya, elusan yang diberi Johnny menimbulkan kantuk pada dirinya.

“Ada schedule makan malam sama anak anak divisi Mas.”

Rasanya Ten menyesal sudah bertanya, padahal sudah lebih baik dirinya hanya tau kalau suaminya itu pulang malam tanpa harus tau ngapain dan sama siapa.

Ten itu sangat tidak pintar menyembunyikan ekspresi wajahnya. Wajah mesem Ten ketika mengangguk tercetak dengan jelas membuat Johnny mengernyitkan dahinya bingung dengan perubahan yang ada pada ekspresi Ten.

“Kamu kenapa sayang?”

Ten menggeleng, “Aku gapapa Mas,”

Ten membalikkan tubuhnya lalu menyamankan tidurnya yang memang biasa lebih sering berlawanan dengan arah Johnny yang biasa tidur memandang punggung Ten.

Johnny mendekatkan tubuhnya pada tubuh milik Ten lalu memeluk tubuh mungil Ten sembari membubuhkan ciuman kecil di punggung Ten sedangkan tangan milik Johnny tak berhenti mengelus rambut milik Ten.

Disentuh seperti itu membuat Ten menangis secara tiba-tiba.

Johnny itu, ketika Ten menolak atau tidak memiliki keinginan untuk bercerita pada dirinya, maka Johnny tidak akan memaksa Ten untuk bercerita.

Karena Johnny masih mengetahui batasan Ten, dan Johnny percaya, pada akhirnya nanti Ten juga akan bercerita pada dirinya ketika sudah waktunya.

Maka dari itu, Johnny hanya bisa memberi banyak sentuhan untuk Ten, mengingatkan Ten bahwa Johnny selalu ada untuknya, Johnny selalu ada di sampingnya. Suaminya itu tidak akan pergi kemana-mana.


Sore ini Ten dikejutkan dengan Johnny yang pulang tanpa kendaraan, tanpa mobil milik Johnny yang tadi pagi ia gunakan untuk menuju kantor.

Setelah bersalaman dengan Johnny dan Johnny yang mencium kening Ten, Ten mengambil alih tas yang dibawa Johnny kemudian bertanya pada Johnny yang saat ini sedang meneguk air minum di depan kulkas, “Kok pulangnya ngga bawa mobil Mas? Mobilnya kenapa?”

“Mobil Mas mogok, Ten. Haduh, untung aja mogoknya masih di depan kantor, kalau nggak bingung Mas.” Ucap Johnny, suara Johnny terdengar melenguh karena kecapekan.

Ten mendekat kearah Johnny lalu membantu Johnny untuk membuka jas yang digunakan oleh Johnny, “Untunglah, Mas. Tadi diantar siapa? Kak Yuta?”

Johnny menggeleng kemudian mengucapkan terima kasih pada Ten, “Nggak. Tadi Mas diantar sama Doyoung. Kamu tau kan, Ten?”

Ten sedikit panik tetapi sekon selanjutnya Ten buru-buru bersikap biasa sebab yang Ten tahu, biasanya Kak Yuta akan mengantar Johnny kalau Johnny lagi terkena masalah mogok atau masalah lainnya seperti ini. Tetapi sekarang sudah berubah jadi Doyoung.

Ten mengangguk, “Tau Mas.”

Akhirnya demi memecah suasana lebih tepatnya supaya topik tersebut tidak semakin menjauh, Ten mengajak Johnny untuk makan malam dengan makanan yang sebelumnya Ten sudah hidangkan.


Siapa bilang Ten sudah lupa dengan pemikiran buruknya tentang hal hal yang terjadi belakangan ini?

Tidak. Sudah dibilang Ten ini akan selalu tenggelam dalam pikiran buruk yang sudah ia buat dengan dirinya sendiri.

Ten percaya pada Johnny, tapi entah pikirannya kali ini lebih menang dan di atas rasa percaya tersebut. Ten rasanya ingin menangis.

Perasaan aneh yang menjalar pada tubuhnya tidak kunjung hilang. Dirinya diselimuti kegelisahan.

Kak Yuta.

Satu nama yang tiba-tiba muncul dalam pikirannya yang sedang berkecambuk itu. Buru-buru Ten mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak di nakas lalu mencari kontak Kak Yuta, teman satu divisi Johnny yang biasa menjadi tempat Ten bertanya-tanya tentang Johnny.

Ten mengirimkan pesan yang pada intinya ia bertanya mengenai Doyoung meskipun Ten tidak langsung membicarakan dan menyebut nama Doyoung.

Namun sepertinya Kak Yuta sangat tanggap karena jawaban yang diberi oleh Kak Yuta benar-benar tertuju pada yang dimaksud.

Ohh, iya ada anak baru. Namanya Doyoung, Ten. Keliatannya deket banget sih Ten. Gue denger-denger temen lamanya Johnny? Soalnya tadi pagi juga katanya mereka dateng barengan, kayaknya dia dianterin Johnny.

Kira-kira seperti itu balasan Kak Yuta ketika Ten hanya memberikan pertanyaan satu, tetapi jawaban Kak Yuta sudah melampaui informasi yang ingin Ten ketahui.

Tidak berniat ingin menjawab pesan Kak Yuta yang semakin membuat Ten semakin merenung dan semakin jatuh dalam pikiran buruknya itu.

Saat ini hanya ada kalimat buruk yang ada di kepala Ten tentang dirinya.

Apa Mas sudah bosan dengan dirinya?

Apa dirinya ini masih seperti anak kecil dan kurang dewasa?

Apa sebenarnya selama ini dirinya hanya menyusahkan hidup Mas dan saat ini Mas sudah sampai pada titik ia jenuh dan risih dengan dirinya?

Dan berbagai pemikiran buruknya yang semakin memeluk erat kepalanya.

Ten langsung menutup ruang obrolan dirinya dengan Kak Yuta lalu mencari aplikasi social media entah apa yang sudah memasuki pikirannya tetapi kali ini Ten rasanya gatal, jempolnya ingin mengitari akun milik Doyoung. Semakin ia menggulir, rasanya semakin dalam juga Ten jatuh.

Style yang digunakan Doyoung terlihat sangat bagus, pemilihan mix and match yang Doyoung berikan pada tubuhnya yang terlihat sangat bagus itu terlihat semakin cocok. Pahatan wajah Doyoung tegas, tipe lelaki yang akan disukai banyak orang. Bahkan Ten sangat suka melihat pahatan wajah Doyoung, bak dewa.

Jika pahatan wajah Doyoung bak dewa, maka dirinya adalah bak mandi. Setidaknya itu yang ada di pikiran Ten.

Ten bangun dari duduknya itu lalu berdiri di depan kaca, ia memerhatikan dirinya yang terpantul di kaca. Dirinya ini beda jauh sekali dengan Doyoung.

Sekali lagi Ten memerhatikan, style yang dipilih Doyoung benar-benar memikat sedangkan Ten sama sekali tidak paham dengan fashion. Ia hanya memilih untuk memakai baju gombrang yang dipadu dengan celana kain, selesai.

Entah angin darimana tetapi ketika Ten sedang asyik tenggelam hingga jatuh sampai dasar, terdengar suara notifikasi pesan masuk dari Papinya.

Papinya bertanya mengenai kabarnya, yang sebenarnya Johnny lebih dulu sudah chat pada Papi karena kalau sudah begini, hanya Papinya yang bisa membuat Ten cerita. Setidaknya, Ten masih punya tempat untuk mengeluarkan segala jenis uneg-uneg yang dia miliki.

Pada awalnya, Ten hanya membalas seadanya, tetapi ketika Papinya bertanya lebih dalam, Ten berfikir lebih dalam untuk bercerita apa yang sedang ia pikirkan saat ini. dan berakhir Ten menyetop ceritanya agar tidak melebar kemana-mana (sebelum Ten kepleset mengetik nama Doyoung di ruang obrolan dirinya dengan sang Papi) karena Ten takut dirinya akan dicap sebagai suami ambekan dan aduan.

Maka dari itu, Ten berbohong bahwa dirinya akan ada pertemuan dengan beberapa temannya dan ia akan siap-siap. Bahkan Ten meminjam nama Kun dan Winwin pada alasannya kali ini. Dan pembicaraan antara anak dan orang tua kali itu, berhenti sebelum Ten melanjutkan ceritanya semakin dalam sampai membicarakan Doyoung dan masalah yang dibuat pada pikirannya sendiri.


Seperti tersambat, Ten pagi ini berubah menjadi lelaki kalem, tidak manja bahkan berusaha untuk lebih dewasa -dalam kategorinya- setidaknya Ten tidak ingin menjadi kanak-kanak seperti biasanya.

Hari ini hari sabtu, Ten yang biasanya hanya rebahan di sofa bersama Johnny menonton televisi tetapi kali ini berbeda. Lelaki itu sudah menggelar matras untuk berolahraga di ruang serbaguna.

Melihat itu, Johnny sukses terbengong, Suaminya ini, kenapa?

Bahkan, sore harinya ketika Johnny mengajak Ten untuk jalan di taman, pakaian yang digunakan Ten berubah drastis. Johnny rasanya seperti tidak mengenal suaminya sendiri.

Benar-benar bukan Ten yang Johnny kenal.

Johnny masih terbingung melihat berubahnya Ten dalam seharian ini. Johnny merasa aneh.

Ketika keduanya sampai rumah, Ten tiba-tiba merasa lemas. Ten merasa dirinya sangat aneh seperti bukan dirinya. Selain itu, Ten juga merasa lelah karena habis olahraga banyak tadi supaya dirinya bisa punya abs seperti Doyoung.

Johnny yang baru saja mengambil dua gelas air lalu duduk di sofa, duduk di sebelah Ten yang nafasnya terdengar lebih memburu dari biasanya.

Are you okay, Sayang?” tanya Johnny kemudian menyodorkan satu buah gelas untuk Ten minum.

Bukannya menerima gelas tersebut, Ten malah menangis.

Ten bingung dengan dirinya sendiri.

Johnny panik bukan main, “Hey, Ten. Kenapa sayang?”

“Aku takut kehilangan Mas,” ucap Ten disela-sela tangisannya, dahi milik Johnny mengernyit, karena ia bingung. Memang dirinya mau kemana sampai-sampai Ten takut kehilangan akan dirinya.

“Aku nggak mau Mas pergi, aku nggak mau ditinggalin sama Mas. Aku cuma maunya Mas, aku cuma mau sama Mas,” Lagi, Ten berbicara entah kemana arahnya sambil sesegukan. Johnny masih diam, membiarkan Ten mengeluarkan semua pikirannya, Johnny mengelus pelan tubuh Ten, ia bawa tubuh milik Ten ke dalam pelukannya.

Tubuh Ten bergetar seiring tangisannya yang semakin menjadi. “Aku nggak tau kenapa, dan aku juga nggak paham sama diri aku sendiri juga pikiran aku. Aku cuma, takut Mas. Aku takut Mas pergi ninggalin aku karena aku gini gini aja. Aku nggak ada spesialnya dibanding orang lain.”

“Aku bahkan jauh, jauh sangat jauh bedanya dengan Doyoung.” ucap Ten yang sepertinya tidak sadar kalau mulutnya terpleset dan berakhir mengucapkan nama Doyoung ketika merengek di dalam pelukan Johnny.

Mendengar nama Doyoung disebut oleh Ten membuat Johnny terdiam kemudian berfikir, sekon selanjutnya Johnny terkekeh.

Johnny mencium pucuk kepala Ten. Mendengar kekehan yang keluar dari mulut Johnny membuat Ten menatap wajah Johnny yang sedang tersenyum gemas pada dirinya.

Ten menunduk malu, ia sudah tertangkap basah kalau ia cemburu dengan Doyoung.

“Jadi suami Mas dari kemarin lagi kepikiran sama Doyoung, ya?”

Ten diam. Tidak ia jawabpun Johnny pasti tahu jawabannya adalah iya.

“Hehehe, lucu banget sayangnya Mas ini. Lucu.” Ucap Johnny sambil mengusap pipi milik Ten yang meninggalkan bekas air mata milik Ten.

“M-mas....”

Johnny mengangkat wajah Ten mengajak untuk menatap mata miliknya, “Mas nggak akan marah sayang. Kamu juga punya perasaan dan pikiran sendiri. Mas paham. Ten cemburu ya? Maaf ya Mas nggak perhatiin kalau Ten cemburu.”

Ten menggeleng, “Mas nggak salah, Ten yang sa-”

“Ssshh, nggak. Ten nggak salah. Ten cuma salah paham dan terlalu larut sama pikiran yang sudah Ten buat tentang Mas dan Doyoung.”

“Ten, Ten suaminya Mas. Sekarang yang jadi suaminya Mas itu Ten kan? Kenapa? Karena Mas milihnya kamu sayang. Bukan yang lain.”

Mendengar suara teduh yang keluar dari mulut Johnny membuat hati milik Ten melunak, ia sudah salah karena mempermainkan kepercayaan Johnny.

Johnny mengecup kilat hidung milik Ten yang memerah akibat menangis tadi.

“Ten, just be yourself. Mas sayangnya kamu, bukan yang lain. Mas sayang kamu karena diri kamu. Ya sayang?”

“Kalau memang Ten punya pikiran pikiran buruk tentang Mas, cerita sama Mas ya?”

Ten mengangguk, “Maaf ya Mas...”

“Nggak apa-apa sayang.”

“Sini, Mas peluk dulu suaminya Mas yang habis cemburu sama Doyoung.” Goda Johnny kemudian menarik tubuh milik Ten sedangkan Ten pipinya memerah karena malu.

Ia terlihat sangat kekanak-kanakan karena cemburu karena masalah sesepele itu. Tetapi ia beruntung, Johnny memahami dirinya.

“Ten, sayang sama Mas.” ucap Ten dalam dekapan hangat Johnny membuat Johnny tersenyum lalu mengelus dengan lembut rambut milik Ten.

“Mas juga sayang. Sayang banget sama Tennya Mas.”

Ten menangis, menangis bahagia karena ia tidak pernah salah pilih, memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama Johnny.


@roseschies, 2025.