A Johnten Oneshot
1,5k+ words
Suara ketukan tiba-tiba terdengar nyaring memasuki indera pendengaran Ten ketika lelaki itu baru saja menarik selimutnya sampai menutupi setengah badannya.
Ten sedikit menggerutu sebal karena kegiatan menikmati waktu bebasnya itu sedikit terganggu akibat ketukan tersebut tetapi Ten tetap membawa kedua kakinya menuju pintu untuk segera membuka pintu tersebut.
Ketika Ten membuka pintunya ia bisa melihat Managernya sudah berdiri di depan pintu sambil membawa sebuah bungkusan berwarna cokelat.
“Kenapa Kak? Tumben sekali mengetuk pintu malam-malam begini.” Ucap Ten, bertanya pada Managernya itu.
Lelaki yang selalu menemani dan mengurus kegiatan Ten selama di sini kemudian memberikan Ten bungkusan berwarna cokelat yang sedari tadi berada pada tangan sebelah kanannya, “Ini Tennie, ada titipan.”
Ten mengernyitkan dahinya kemudian mengambil bungkusan tersebut lalu mengintip sedikit ke dalam bungkusan tersebut, “Titipan? Titipan dari siapa Kak?”
“Dari, seseorang?”
“Ya aku juga tau Kak, bagaimana siihh Kaakk.” Omel Ten membuat sang Manager terkekeh.
“Maaf dong Tennie, pasti aku menganggu waktumu ya?”
Ten mengangguk cepat menjawab pertanyaan yang seharusnya sudah diketahui jawabannya itu, “Iyaa! Tapi kalau ini di dalamnya mengecewakanku, aku bakal sangat marah padamu.”
Sang Manager tertawa sampai menutup mulutnya dengan tangannya, “Ampun dong Tennie! Yasudah, aku yakin kamu nggak akan kecewa dengan isinya kok.”
Belum juga Ten sempat menjawab ucapan dari sang Manager, lelaki tersebut kembali membuka mulutnya, “Oh! Selamat ulang tahun, Tennie!”
Ten sedikit terkejut lalu melihat kearah Managernya yang saat ini sedang tersenyum kecil, “Ingat dengan ulang tahunku?!”
Sang Manager tertawa hampir saja sampai terbahak karena mendengar ucapan yang terlampau polos keluar dari mulut Ten, “ Ya ingat dong?? Jadwalmu saja aku yang urus, apalagi tentang ulang tahunmu, aku pasti ingat! Jangan bilang kamu lupa tentang ulang tahunmu hari ini??”
“Nggak laahh, mana mungkin aku lupa. Aku pikir tidak ada yang ingat.”
Sang Manager menggelengkan kepalanya, “Mana mungkin member lain sampai lupa ulang tahun kamu, Tennie. Mereka pasti juga ingat kalau hari ini ulang tahunmu! Hanya saja mereka memilih untuk mengucapkannya padamu nanti saja.”
Ten mengganggukkan kepalanya, “Betul juga, mana mungkin mereka semua lupa. Kalau sampai member lain lupa kalau hari ini ulang tahunku, lihat saja aku akan marah besar.”
Sang Manager kembali menggelengkan kepalanya, “Yasudah, selamat tidur Tennie, maaf menganggumu.”
Ten mengangguk dan tersenyum kearah sang manager yang hendak menjauh dari pintu kamar Ten, “Terima kasih Kak! Selamat tidur juga!”
Ten kemudian menutup pintu kamarnya lalu menuju meja yang ada di dekat lemari bajunya kemudian meletakkan bungkusan tersebut di atas meja dan ia duduk di kursi yang ada di sana.
“Dari siapa sih? Misterius banget.” Monolog Ten lalu membuka dengan pelan bungkusan tersebut.
Sekarang ia bisa lihat ke dalam bungkusan tersebut, di dalamnya terdapat satu kotak lumayan besar dan satu surat terselip di sana.
Ten mengeluarkan kedua barang tersebut lalu tak sengaja ia lihat tulisan 'Pertama, tolong buka ini.' tertempel di surat tersebut membuat Ten akhirnya sedikit menjauhkan kotak dan bungkusan tersebut kearah pinggir meja kemudian Ten dengan pelan melepas rekatan surat tersebut.
Di dalamnya tentu ada sebuah kertas dengan oretan tulisan tangan yang seharusnya Ten sangat ingat tulisan tersebut tulisan siapa.
Tulisan Johnny.
Dengan jantung yang semakin berdegup kencang, Ten perlahan membuka lipatan kertas tersebut dan meneguk ludahnya sendiri, ia gugup bahkan hanya dengan menatap oretan tulisan tangan Johnny di sana.
Tulisan tersebut tidak panjang namun tidak pendek juga.
Dengan hati yang sudah ia siapkan sejak tadi, Ten mulai membaca kalimat pertama yang tertulis di atas kertas tersebut.
Selamat ulang tahun, Tennie.
Maaf, aku menganggumu ya tengah malam malah menitipkan sebuah hadiah dan juga ucapan melalui managermu.
Sebenarnya aku cukup bingung mau memberikan kamu hadiah ulang tahun apa tahun ini, tetapi aku baru saja ingat, awal bulan ini aku habis membuat sebuah konten untuk JCC bersama dengan Jaehyun, seharusnya konten itu sudah keluar sekarang. Iya, konten membuat jas. jadi kupikir, aku juga ingin membuatkanmu Jas khusus meskipun aku sempat bingung mau memberimu warna apa dan jenisnya seperti apa. Tetapi aku memberikan fotomu lalu kuserahkan semuanya kepada mereka bahkan mereka dengan cepat mengetahui ukuran badanmu. Ku harap, jas ini tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil untuk badanmu ya.
Mungkin hadiah ini bisa dibilang sebuah surprise untukmu?? Anggap saja begitu karena aku tanpa aba-aba langsung menitipkan hadiah dan juga surat ini langsung ke managermu. Hahaha, semoga kamu suka, ya?.
Bagaimana di sana? Semua baik-baik saja kan? Apa pekerjaanmu membuatmu lelah? Tennie, tolong untuk lebih peduli dengan kesehatan tubuhmu ya? Kami semua di sini khawatir denganmu juga Winwin di sana. Meskipun jauh, tetapi semua member yang ada di sini, selalu mengingatmu dan Winwin, kok.
Aku, aku juga selalu menunggu kepulanganmu.
Aku bingung harus nulis apa lagi ya Tennie...
Sekali lagi, selamat ulang tahun, Tennie.
JSH.
“Kak, kamu benar-benar menunggu kepulanganku?” Monolog Ten lalu tersenyum kecil dengan tangan yang tidak berhenti mengelus kertas ucapan dari Johnny.
Bahkan, wangi kertas tersebut masih tertempel wangi yang sama dengan Johnny.
Meskipun sudah beberapa bulan bahkan hampir tahun keduanya tidak bertemu, Ten masih sangat ingat wangi khas Johnny yang sangat maskulin.
Ten kemudian mengambil kotak yang seharusnya berisi jas pemberian Johnny itu lalu membuka kotak tersebut.
Di dalamnya sudah terlipat dengan rapih jas yang Johnny maksud.
Ten mengeluarkan jas tersebut lalu ia membuka lebar jas tersebut kemudian ia tersenyum lagi, “Bagus. Suka. Suka banget, ini bagus banget.”
Dengan jas yang masih ada pada genggamannya, Ten berdiri untuk mengambil iPad miliknya yang terletak di kasur.
Ten duduk di atas kasurnya lalu menyenderkan tubuhnya di kepala kasur lalu mencari kontak bernama Johnny di kakaotalk miliknya.
Perlu beberapa menit ia menimang untuk melakukan video call bersama Johnny, tetapi akhirnya Ten memencet tanda video call pada kontak Johnny.
Toh, memang seharusnya ia menelpon seseorang yang sudah dengan baik hati mengirimkannya hadiah bahkan tengah malam seperti ini sampai harus menyuruh managernya memberikan padanya tepat waktu, kan?
Tanpa hitungan menit, layar iPad milik Ten suddah terpampang wajah Johnny dengan cahaya yang redup di dalam kamarnya, Johnny terlihat sedang menyender seperti Ten.
Tidak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu, sunyi, sangat sunyi, keduanya sama-sama diam.
Demi memecah kesunyian diantara keduanya, Johnny berdeham lalu membuka mulutnya, mengeluarkan beberapa patah kalimat, “Sudah sampai titipan dari aku?”
Ten mengangguk kecil, “Eum.. Udah Kak. Makasih ya, ngerepotin banget...”
Johnny tersenyum, setidaknya titipannya benar-benar diberikan pada Ten tepat waktu pergantian hari di sana, “No need, Tennie, itu memang sudah aku niatkan dari lama. Maaf ya cuma bisa kasih itu, aku sempat bingung mau kasih apa tapi semoga kamu suka sama jasnya.”
“Kak, aku suka, suka banget.” Ucap Ten senang membuat Johnny yang melihatnya ikut tersenyum gemas, Ten memang tidak pernah berubah, selalu senang jika diberi hadiah.
“Kak, maaf ya...”
“Kenapa minta maaf?”
“Aku bahkan nggak ngucapin sewaktu kamu ulang tahun kemarin. Jangankan ucapan, kadopun aku nggak ngasih.”
Mendengar ucapan yang dilontarkan Ten dengan mata yang terlihat sedih, Johnny tersenyum, tersenyum sangat manis kearah Ten yang ada di layar sana, “Gapapa Tennie, aku ngasih kado ke kamu bukan buat kamu ngerasa bersalah gini. Enjoy your bday time, Tennie.”
“Terima kasih, Kak.”
Setelah ucapan terima kasih Ten yang kedua kali, Johnny hanya mengangguk sebagai jawaban sama-sama dan keduanya kembali diselimuti kesunyian.
“Kak, i miss you.“
“I miss you too, Tennie.”
“No, i mean it. I really miss you, a lot, Kak.“
Johnny tersenyum miris sedangkan Ten pundaknya semakin melorot, kesunyian sudah berganti dengan kesedihan yang menyelimuti diantara keduanya. Suasana ini, keduanya tidak inginkan.
“Tennie, sudah ya? Kita berdua kan sudah sepakat nggak akan bahas ini lagi. Kamu bahagia dengan jalan kamu, pun aku bahagia dengan jalanku. Maaf.”
Ten menggeleng, tangannya sedikit pegal memegangi iPadnya sejak tadi maka dari itu ia menjadikan kedua kakinya sebagai penyanggah iPadnya, Ten diam tanpa satu kata pun keluar dari mulutnya, Ten hanya memandangi Johnny dengan cahaya yang redup di kamar Johnny.
Namun ia bisa melihat kilatan mata dan senyuman kecil tercetak di wajah Johnny.
“Kamu gimana Kak?”
“Aku gimana apanya Tennie?'
“Kamu, bahagia?”
Johnny mengangguk, “Aku bahagia. Maka dari itu, kamu juga harus bahagia, ya?”
Ten mengangguk.
“Janji?'
“Iya, aku janji.”
“Yasudah, kamu tidur ini sudah malam.”
Ten kembali mengangguk, “Makasih Kak, sekali lagi. Daah.”
“Good night, Tennie.”
“You too, Kak.”
Setelah Ten mengakhiri sambungan telepon dirinya dengan Johnny, Ten mengunci iPadnya lalu membawa iPad miliknya juga jas dari Johnny yang sejak tadi berada dalam pelukannya itu, ia letakkan kedua barang itu di atas meja, bersebelahan dengan surat yang Johnny berikan bersamaan dengan hadiah tersebut.
Ten kembali membawa tubuhnya menuju kasur lalu menarik selimut dan menyelimuti tubuhnya sampai menutupi lehernya, ia menghadapkan tubuhnya ke arah kanan lalu perlahan menutup matanya, berniat untuk menjemput mimpi yang sudah menunggu.
Namun, bukan mimpi yang menunggu, tetapi realita yang harus ia hadapi ke depan, bahwa hubungan dirinya dengan Johnny sudah berhenti sejak beberapa bulan lalu.
Air mata miliknya perlahan menetes jatuh dari mata miliknya yang sudah tertutup sejak tadi hingga membasahi bantal miliknya.
Sedangkan Johnny setelah sambungan telepon dirinya dengan Ten berakhir, lelaki itu kemudian langsung menghela nafas berat. Johnny mengelus layar iPad miliknya kemudian bergumam, “Aku juga. Aku juga kangen. Kangen kamu, kangen kamu yang selalu ada dalam cerita harianku, kangen kamu yang selalu menceritakan kegiatanmu apapun itu tanpa terlewat, kangen kamu yang selalu bawel tentang aku yang selalu meminum kopi tanpa ingat kesehatan tubuhku, dan aku kangen, kangen semua tentang kita.”
Seperti orang aneh, namun Johnny benar-benar memeluk iPad yang tadi ia gunakan untuk melakukan video call dengan Ten seakan-akan iPad tersebut adalah sosok Ten yang sangat ia rindu mengisi kekosongan dalam pelukannya.
“Bahagia, Tennie.”
Yaudah, selamat ulang tahun Ten dan juga selamat ulang tahun Johnny meskipun ini agak telat ya bun.
@roseschies.